Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Novel ini bercerita tentang perjuangan enam aktivis lingkungan hidup dengan latar belakang berbeda, ada jurnalis, sutradara, penulis, dan pemilik kedai kopi yang berjuang menggagalkan izin konsesi korporasi multinasional PT Semesta Mineral Mining. Seluruh cerita berpusat di ruangan persidangan kecil berukuran 3x6 meter, dengan teknik penceritaan unik yang membawa pembaca berkelana ke masa lalu melalui kesaksian para saksi.
Melalui kesaksian-kesaksian tersebut, pembaca diajak menyaksikan dampak negatif operasi perusahaan tambang terhadap masyarakat yang semula hidup harmonis. Mulai dari jatuhnya korban jiwa, wabah penyakit, kerusakan hutan, hingga pengusiran masyarakat pribumi dari tanah leluhur mereka.
Konflik utama terjadi dalam persidangan yang berlangsung lebih dari sebulan, di mana para aktivis berhadapan dengan pengacara eksentrik bernama Hotma Cornelius yang mewakili perusahaan tambang. Persidangan ini semakin memanas menjelang pemilihan presiden ketika salah satu kandidat terpaksa mengangkat isu ini sebagai janji kampanye.
Novel ini mendapat sambutan yang luar biasa dari pembaca. Banyak yang menganggap novel ini "terlalu berani" karena mengangkat isu-isu sensitif yang dekat dengan realitas kehidupan di Indonesia. Meskipun bergenre fiksi, gambaran yang dihadirkan pengarang sangat lekat dengan realitas kehidupan yang ada di negara Indonesia.
Buku ini diberi kode 18+, bukan karena konten romantis, tetapi karena ceritanya yang menuntut kedewasaan berpikir dan mengandung adegan kekerasan. Ending novel ini juga disebut-sebut memiliki plot twist yang mengejutkan dan membuat pembaca merenung lama setelah menutup buku.
Penulis : | Tere Liye |
Penerbit : | Penerbit Sabak Grip |
ISBN : | 9786238882205 |
Halaman : | 371 |
Bahasa : | Indonesia |